Suasana Pasar Natal di Jerman. (muhsin) |
Ahad siang. Matahari masih malu-malu menampakkan wajahnya, hingga membuat suhu menjadi sangat dingin bahkan di bawah nol derajat celsius. Salju yang turun sejak beberapa minggu lalu masih saja menebal di beberapa tempat. Di jalan, lalu lalang kenderaan bermotor perlahan-lahan membuat salju tersebut mencair menimbulkan becek parah di sana-sini sehingga menimbulkan kesan jorok.
Orang-orang masih saja sibuk dengan berbagai aktivitas; sebagian membawa anak-anaknya dan sebagian lagi sibuk bencengkrama bersama teman-temannya dalam balutan pakaian tebal tentunya. Ya, ini hari libur akhir pekan di bulan Desember. Orang Jerman menyebutnya ‘Advent‘ untuk hari minggu di bulan ini. Bulan desember memang bulan yang semarak di Jerman karena di bulan inilah perayaan terbesar sepanjang tahun digelar; Natal dan Tahun Baru. Tradisi ini dirayakan secara besar-besaran di seluruh negeri, mirip perayaan Lebaran Idul Fitri di tanah air.
Pada dasarnya Natal dan Tahun
Baru adalah ritual keagamaan yang dilakukan oleh umat kristiani. Tetapi di
Jerman, dan mungkin hampir diseluruh Eropa dan Amerika yang mayoritas
pemeluknya nasrani, perayaan Natal ibarat tradisi dan tidak selalu identik
dengan seromonial keagamaan. Khusus di Jerman yang hampir sepertiga penduduknya
mengaku tidak beragama (atheis), perayaan Natal dan Tahun Baru melebihi
peringatan apapun, termasuk Hari Reunifikasi Jerman (identik dengan perayaan 17
Agustus di negara kita) yang diperingati setiap tanggal 3 Oktober. Seorang
teman pernah saya tanyakan apa yang dilakukan orang Jerman ketika Natal. Dia menceritakan
bahwa dirinya (yang mengaku bukan pemeluk Katolik yang taat) selalu merayakan
natal secara bersama-sama dengan keluarga. Dia berujar bahwa perayaan Natal di
keluarganya dan hampir sebagian besar keluarga di Jerman lebih bersifat tradisi
ketimbang acara keagamaan. Hanya sebagian orang yang menghadiri upacara
keagamaan di gereja pada malam hari sebelum Natal dan pagi harinya. Selebihnya
orang melewatkan waktu bersama keluarga di rumah sambil menikmati masakan yang
dimasak oleh ibu atau neneknya.
Tradisi ‘mudik‘ dikenal juga di
Jerman, walau tidak se ‘masif‘ seperti yang terjadi di Indonesia. Anak-anak
yang berada di kota yang berbeda dengan orang tuanya, atau bahkan di luar
negeri, menyempatkan diri pulang ke rumah orang tuanya dengan membawa pasangan.
Mereka kemudian makan bersama di malam Natal yang dilanjutkan dengan ngomong-ngomong
yang kadang-kadang bisa berlangsung hingga tengah malam. Keesokan hari, biasanya
mereka bangun agak telat kemudian berjalan-jalan di sekitar rumah bersama-sama.
Acara pada hari itu dilanjutkan dengan membuka hadiah natal yang telah
digantung di pohon natal (ujung sejenis pohon pinus muda yang dipotong batangnya)
secara bersama-sama. Ngomong-ngomong
mengenai pohon pinus, hampir di seluruh bangunan di Jerman dan di tempat umum
seperti jalan atau pedestrian banyak kita jumpai pohon natal yang telah dihias
dengan lampu-lampu warna warni. Pohon Natal yang hanya kita temui khusus di
bulan Desember ini dijual dengan harga bervariasi dan kadang-kadang bisa mencapai
puluhan Euro (ratusan ribu rupiah) per batangnya. Di beberapa kota di jerman
terdapat perkebunan yang khusus menanam pohon yang diperuntukkan untuk pohon
natal ini.
Selain itu, terdapat keunikan
lain perayaan Natal di Jerman (juga di Austria dan beberapa negara lainnya) yaitu
‘Weihnachtmarkt‘ atau Pasar Natal.
Istilah ‘pasar‘ memang sangat tepat untuk menyebut pusat bisnis yang satu ini.
Bangunan toko tidak permanen yang berbentuk ‘Jamboe‘ (saung) dengan tiang-tiang
dari kayu berdinding papan dan kadang-kadang beratap rumbia atau dedaunan lain
akan banyak kita jumpai di awal bulan Desember bahkan jauh-jauh hari
sebelumnya. Toko-toko tersebut menjual beberapa barang berkaitan dengan natal
(seperti lilin dan pernak-pernik lainnya) atau yang tidak berkaitan dengan
perayaan natal seperti coklat bahkan pakaian. Selain itu di pasar tersebut juga
dijual beraneka jajanan khas Jerman seperti roti, kacang-kacangan serta minuman
khas Pasar Natal yang disebut dengan ‘glühwein‘ yang hanya akan kita jumpai di
pasar tersebut pada bulan Desember ini . Orang-orang biasanya minum minuman
tersebut bersama keluarga atau teman-temannya, kemudian gelas minumnya dibawa
pulang sebagai suvenir.
Weihnachmarkt ini tidak hanya kita jumpai disatu titik di setiap
kota, tapi di banyak titik; di pusat kota dan di daerah pinggiran. Selain
terdapat toko-toko kayu, pasar ini juga kadang-kadang ikut juga diramaikan
dengan komidi putar dan berbagai permainan lainnya. Walau kadang-kadang salju
tebal membatasi gerak pejalan kaki tapi tidak menyurutkan langkah mereka untuk
menikmati pasar yang hanya ada setahun sekali ini. Disana akan banyak kita jumpai orang tua yang
sedang mendorong kereta bayi/anak nya. Anak yang membawa kereta salju yang
kadang-kadang ditarik oleh orang tuanya serta segerombolan ABG yang sedang
bercanda-canda dengan kawan sebaya. Weihnachtmarkt
memang memberikan kecerian bagi mereka.
Desember di Jerman memang memberikan
nuansa yang berbeda dengan di tanah air. Selain karena di bulan ini dan
beberapa bulan kedepan biasanya kita akan menjumpai salju yang tidak ada di
negara kita, tetapi juga berkah bagi pelajar maupun pekerja yang merayakan
maupun yang tidak. Di bulan inilah suasana libur akan sangat kita rasakan.
Orang-orang seperti melupakan aktivitasnya sehari hari. Walau kadang-kadang
libur nasional ditetapkan hanya empat hari saja (24, 25, 31 Desember dan 1
Januari) tapi tak jarang kita akan menjumpai aktivitas perkantoran yang sepi
dalam minggu-minggu sebelum dan sesudah Natal. Bahkan tak jarang pula sebagian
perkantoran dan pusat riset (seperti laboratorium) yang tidak berkaitan dengan
pelayanan publik diliburkan selama dua minggu. Bagi mereka yang kantornya tidak
libur, biasanya akan terjadi peningkatan cuti pegawai secara signifikan. Hari-hari ‘terjepit‘ di
minggu-minggu sebelum dan sesudah Natal memang sangat rawan bagi yang
membutuhkan pelayanan di kantor pemerintah, situasi yang sama yang sering kita
jumpai di tanah air.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar