Kasus Filariasis kronik/elefantiasis (Muhsin) |
Awal Mei lalu saya diundang ke kota Bandung untuk mengikuti sebuah konferensi internasional
mengenai penyakit tropis dan parasit. Konferensi yang bertajuk “Bandung
International Scientific Meeting on Parasitology and Tropical Diseases” ini dibuka
oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia yang diwakili oleh Direktur Jenderal
Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP&PL) Kementerian
Kesehatan RI, H.M. Subuh.
Dalam sambutan yang dibacakan oleh Dirjen PP&PL, Menteri Kesehatan RI menyatakan bahwa saat ini penyakit tropis dan parasit masih menjadi salah satu permasalahan terbesar dalam bidang kesehatan di Indonesia dengan angka kematian yang tinggi pada penderitanya. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi para akademisi dan peneliti serta stakeholder lainnya dalam bidang terkait dalam rangka mencari solusi terbaru bagi penanggulangan dan pemberantasan penyakit tropis dan parasit di Indonesia. Oleh karena itu, Menkes berharap pertemuan-pertemuan ilmiah sejenis bisa diselenggarakan secara rutin sehingga diharapkan mampu memberikan informasi terbaru dan solusi bagi masalah kesehatan akibat penyakit tropis dan parasit.
Dalam sambutan yang dibacakan oleh Dirjen PP&PL, Menteri Kesehatan RI menyatakan bahwa saat ini penyakit tropis dan parasit masih menjadi salah satu permasalahan terbesar dalam bidang kesehatan di Indonesia dengan angka kematian yang tinggi pada penderitanya. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi para akademisi dan peneliti serta stakeholder lainnya dalam bidang terkait dalam rangka mencari solusi terbaru bagi penanggulangan dan pemberantasan penyakit tropis dan parasit di Indonesia. Oleh karena itu, Menkes berharap pertemuan-pertemuan ilmiah sejenis bisa diselenggarakan secara rutin sehingga diharapkan mampu memberikan informasi terbaru dan solusi bagi masalah kesehatan akibat penyakit tropis dan parasit.
Kegiatan
yang berlangsung di Gedung Eijkman Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran
selama tiga hari ini turut menghadirkan banyak pakar penyakit tropis dan
parasit dari berbagai daerah di Indonesia dan juga dari berbagai negara di
dunia termasuk dari Malaysia, Thailand, India dan Belanda. Para ahli tersebut
memaparkan berbagai perkembangan terbaru penelitian penyakit tropis dan parasit
di dunia dan di Indonesia, seperti perkembangan penelitian dan pengobatan
terbaru penyakit malaria, demam berdarah, kaki gajah (filariasis), tuberkulosis
dan berbagai penyakit tropis lainnya. Pertemuan ini juga turut menghadirkan pimpinan
Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization,
WHO) kantor cabang Indonesia yang membahas tentang program-program WHO
dalam penangulangan berbagai penyakit tropis dan parasit di Indonesia.
Salah satu yang
menarik dari pertemuan ilmiah ini adalah pemaparan dari Dr. Rita Kusriastuti,
Ketua Umum Perhimpunan Penanggulangan Penyakit Parasitik Indonesia yang juga
mantan Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Ditjen
PP&PL Kemenkes. Dalam makalah tersebut beliau memaparkan
keberhasilan kota Sabang dalam upaya pemberantasan penyakit Malaria yang telah
mewabah di daerah tersebut selama puluhan tahun, sehingga menjadikan Sabang
sebagai salah satu kabupaten/kota dengan angka kejadian malaria tertinggi di Indonesia.
Dengan kerja keras serta bantuan dana dari berbagai pihak termasuk Global Fund,
APBN, APBA dan APBD, Sabang akhirnya terbebas dari wabah malaria pada tahun
2013 lalu. Atas keberhasilan ini kota Sabang mendapat sertifikat dari WHO dan
Menteri Kesehatan RI.
Laporan
perkembangan program eliminasi malaria di Sabang juga telah dipublikasikan secara
ilmiah pada tahun 2013 lalu dalam “Malaria Journal”, salah satu jurnal
internasional bergengsi untuk penyakit malaria, dengan judul “Progress towards
malaria elimination in Sabang Municipality, Aceh, Indonesia”. Tulisan ini melaporkan tahapan-tahapan yang
dilakukan oleh otoritas dan tim peneliti malaria dalam program eliminasi malaria
di Sabang. Selain Sabang, Kabupaten Jembrana di provinsi Bali juga telah melakukan
hal yang sama untuk menanggulangi wabah malaria yang membunuh lebih dari 3.000 orang
di Indonesia setiap tahunnya dengan sekitar setengah dari total penduduk
Indonesia tinggal di daerah endemis malaria. Di Aceh sendiri, angka malaria
positif yang dilaporkan sekitar 2.000 jiwa pada tahun 2013, dengan kasus
tertinggi berada di Kabupaten Aceh Jaya.
Selain
perkembangan penelitian dan eliminasi malaria, pertemuan ilmiah tersebut juga
membahas berbagai program pemerintah dan penelitian terbaru tentang penyakit
kaki gajah. Sebagai seorang peneliti penyakit gajah yang selama ini aktif dalam
penelitian penyakit tersebut di Indonesia dan Malaysia, saya diundang untuk
mempresentasikan makalah berjudul “Role of Host Immunity in Filariasis” atau
“Peran Imunitas Tubuh pada Penyakit Kaki Gajah”. Makalah ini merupakan tinjauan
kepustakaan dari disertasi doktoral saya mengenai fungsi imunitas tubuh manusia
dalam menghalau cacing filaria yang masuk ke dalam tubuh. Dalam presentasi
tersebut saya menampilkan data-data tentang penyakit kaki gajah yang telah
menginfeksi lebih dari 2.500 jiwa di Provinsi Aceh sehingga menyebabkan Aceh sebagai
provinsi penyumbang pasien kaki gajah terbesar di Indonesia (lebih dari
seperlima total kasus secara nasional). Sedangkan Indonesia sendiri merupakan penyumbang
pesakit terbesar kedua setelah India. Selain itu negara kita menjadi
satu-satunya negara di dunia yang memiliki ketiga spesies cacing penyebab kaki
gajah yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori, sehingga penelitian dan program penanggulangan kaki
gajah di Aceh dan Indonesia menjadi sesuatu yang sangat penting dalam upaya
eliminasi penyakit ini di dunia.
Data-data
yang mencengangkan di atas disikapi oleh pemerintah Indonesia dengan meluncurkan
program eliminasi filariasis yang diberi nama “Bulan Eliminasi Kaki Gajah“ yang
disingkat dengan “Belkaga”. Program ini akan diluncurkan secara serentak oleh
Presiden RI dan Menteri Kesehatan pada bulan Oktober tahun 2015 ini. Dalam
sebuah presentasi mengenai program Belkaga ini, Kasubdit Filariasis Kemenkes RI,
Drh. Sitti Ganefa, M.Epid sangat mengharapkan peran serta semua pihak terutama
akademisi di perguruan tinggi untuk membantu sosialisasi program Belkaga kepada
masyarakat sehingga target pemerintah untuk menghilangkan penyakit kaki gajah di
Indonesia pada tahun 2020 bisa tercapai. Beliau juga mengharapkan agar dinas kesehatan
provinsi dan kabupaten/kota melibatkan para akademisi dan ahli filariasis di
perguruan tinggi dalam setiap program sosialisasi dan eliminasi kaki gajah
sehingga program-program tersebut bisa berjalan dengan lebih terarah dan
memberikan mamfaat maksimal dalam rangka eliminasi penyakit kaki gajah di
Indonesia.
Selain
itu, pertemuan tersebut juga ikut membahas lebih mendalam perkembangan terkini
penelitian tentang vaksin penyakit demam berdarah yang saat ini sudah memasuki
uji klinis tahap tiga. Artinya, jika semua uji klinis berjalan lancar maka
tidak lama lagi vaksin ini akan bisa dipasarkan secara luas kepada masyarakat
sehingga nantinya akan mampu mencegah infeksi demam berdarah yang membunuh
lebih dari 1.125 jiwa terutama anak-anak setiap tahunnya di Indonesia. Semoga
dengan berbagai program dan penemuan terbaru dalam bidang penyakit tropis, kita
mampu mengurangi dan bahkan menghilangkan penyakit-penyakit mematikan tersebut di
Aceh dan Indonesia sehingga derajat hidup masyarakat menjadi lebih baik.
Semoga.
Sangat Bermanfaat dan sungguh menginspirasi, Bagi kaum muda :)
BalasHapusTerima kasih
kunjungi website kita ya di daftar
terima kasih
sudah kami baca, Terima kasih.
BalasHapus1. situs judi online
2. situs judi online
3. situs judi online
4. situs judi online
5. situs judi online