expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Rabu, 10 Juni 2015

Belajar dari Sabang (Aceh) dalam pemberantasan Malaria


Kasus Filariasis kronik/elefantiasis (Muhsin)
Awal Mei lalu saya diundang ke kota Bandung untuk mengikuti sebuah konferensi internasional mengenai penyakit tropis dan parasit. Konferensi yang bertajuk “Bandung International Scientific Meeting on Parasitology and Tropical Diseases” ini dibuka oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia yang diwakili oleh Direktur Jenderal Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP&PL) Kementerian Kesehatan RI, H.M. Subuh. 

Dalam sambutan yang dibacakan oleh Dirjen PP&PL, Menteri Kesehatan RI menyatakan bahwa saat ini penyakit tropis dan parasit masih menjadi salah satu permasalahan terbesar dalam bidang kesehatan di Indonesia dengan angka kematian yang tinggi pada penderitanya. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi para akademisi dan peneliti serta stakeholder lainnya dalam bidang terkait dalam rangka mencari solusi terbaru bagi penanggulangan dan pemberantasan penyakit tropis dan parasit di Indonesia. Oleh karena itu, Menkes berharap pertemuan-pertemuan ilmiah sejenis bisa diselenggarakan secara rutin sehingga diharapkan mampu memberikan informasi terbaru dan solusi bagi masalah kesehatan akibat penyakit tropis dan parasit.  



Kegiatan yang berlangsung di Gedung Eijkman Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran selama tiga hari ini turut menghadirkan banyak pakar penyakit tropis dan parasit dari berbagai daerah di Indonesia dan juga dari berbagai negara di dunia termasuk dari Malaysia, Thailand, India dan Belanda. Para ahli tersebut memaparkan berbagai perkembangan terbaru penelitian penyakit tropis dan parasit di dunia dan di Indonesia, seperti perkembangan penelitian dan pengobatan terbaru penyakit malaria, demam berdarah, kaki gajah (filariasis), tuberkulosis dan berbagai penyakit tropis lainnya. Pertemuan ini juga turut menghadirkan pimpinan Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization, WHO) kantor cabang Indonesia yang membahas tentang program-program WHO dalam penangulangan berbagai penyakit tropis dan parasit di Indonesia.


Salah satu yang menarik dari pertemuan ilmiah ini adalah pemaparan dari Dr. Rita Kusriastuti, Ketua Umum Perhimpunan Penanggulangan Penyakit Parasitik Indonesia yang juga mantan Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Ditjen PP&PL Kemenkes. Dalam makalah tersebut beliau memaparkan keberhasilan kota Sabang dalam upaya pemberantasan penyakit Malaria yang telah mewabah di daerah tersebut selama puluhan tahun, sehingga menjadikan Sabang sebagai salah satu kabupaten/kota dengan angka kejadian malaria tertinggi di Indonesia. Dengan kerja keras serta bantuan dana dari berbagai pihak termasuk Global Fund, APBN, APBA dan APBD, Sabang akhirnya terbebas dari wabah malaria pada tahun 2013 lalu. Atas keberhasilan ini kota Sabang mendapat sertifikat dari WHO dan Menteri Kesehatan RI.


Laporan perkembangan program eliminasi malaria di Sabang juga telah dipublikasikan secara ilmiah pada tahun 2013 lalu dalam “Malaria Journal”, salah satu jurnal internasional bergengsi untuk penyakit malaria, dengan judul “Progress towards malaria elimination in Sabang Municipality, Aceh, Indonesia”.  Tulisan ini melaporkan tahapan-tahapan yang dilakukan oleh otoritas dan tim peneliti malaria dalam program eliminasi malaria di Sabang. Selain Sabang, Kabupaten Jembrana di provinsi Bali juga telah melakukan hal yang sama untuk menanggulangi wabah malaria yang membunuh lebih dari 3.000 orang di Indonesia setiap tahunnya dengan sekitar setengah dari total penduduk Indonesia tinggal di daerah endemis malaria. Di Aceh sendiri, angka malaria positif yang dilaporkan sekitar 2.000 jiwa pada tahun 2013, dengan kasus tertinggi berada di Kabupaten Aceh Jaya.      


Selain perkembangan penelitian dan eliminasi malaria, pertemuan ilmiah tersebut juga membahas berbagai program pemerintah dan penelitian terbaru tentang penyakit kaki gajah. Sebagai seorang peneliti penyakit gajah yang selama ini aktif dalam penelitian penyakit tersebut di Indonesia dan Malaysia, saya diundang untuk mempresentasikan makalah berjudul “Role of Host Immunity in Filariasis” atau “Peran Imunitas Tubuh pada Penyakit Kaki Gajah”. Makalah ini merupakan tinjauan kepustakaan dari disertasi doktoral saya mengenai fungsi imunitas tubuh manusia dalam menghalau cacing filaria yang masuk ke dalam tubuh. Dalam presentasi tersebut saya menampilkan data-data tentang penyakit kaki gajah yang telah menginfeksi lebih dari 2.500 jiwa di Provinsi Aceh sehingga menyebabkan Aceh sebagai provinsi penyumbang pasien kaki gajah terbesar di Indonesia (lebih dari seperlima total kasus secara nasional). Sedangkan Indonesia sendiri merupakan penyumbang pesakit terbesar kedua setelah India. Selain itu negara kita menjadi satu-satunya negara di dunia yang memiliki ketiga spesies cacing penyebab kaki gajah yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori, sehingga penelitian dan program penanggulangan kaki gajah di Aceh dan Indonesia menjadi sesuatu yang sangat penting dalam upaya eliminasi penyakit ini di dunia.


Data-data yang mencengangkan di atas disikapi oleh pemerintah Indonesia dengan meluncurkan program eliminasi filariasis yang diberi nama “Bulan Eliminasi Kaki Gajah“ yang disingkat dengan “Belkaga”. Program ini akan diluncurkan secara serentak oleh Presiden RI dan Menteri Kesehatan pada bulan Oktober tahun 2015 ini. Dalam sebuah presentasi mengenai program Belkaga ini, Kasubdit Filariasis Kemenkes RI, Drh. Sitti Ganefa, M.Epid sangat mengharapkan peran serta semua pihak terutama akademisi di perguruan tinggi untuk membantu sosialisasi program Belkaga kepada masyarakat sehingga target pemerintah untuk menghilangkan penyakit kaki gajah di Indonesia pada tahun 2020 bisa tercapai.  Beliau juga mengharapkan agar dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota melibatkan para akademisi dan ahli filariasis di perguruan tinggi dalam setiap program sosialisasi dan eliminasi kaki gajah sehingga program-program tersebut bisa berjalan dengan lebih terarah dan memberikan mamfaat maksimal dalam rangka eliminasi penyakit kaki gajah di Indonesia.

 

Selain itu, pertemuan tersebut juga ikut membahas lebih mendalam perkembangan terkini penelitian tentang vaksin penyakit demam berdarah yang saat ini sudah memasuki uji klinis tahap tiga. Artinya, jika semua uji klinis berjalan lancar maka tidak lama lagi vaksin ini akan bisa dipasarkan secara luas kepada masyarakat sehingga nantinya akan mampu mencegah infeksi demam berdarah yang membunuh lebih dari 1.125 jiwa terutama anak-anak setiap tahunnya di Indonesia. Semoga dengan berbagai program dan penemuan terbaru dalam bidang penyakit tropis, kita mampu mengurangi dan bahkan menghilangkan penyakit-penyakit mematikan tersebut di Aceh dan Indonesia sehingga derajat hidup masyarakat menjadi lebih baik. Semoga. 

2 komentar:

  1. Sangat Bermanfaat dan sungguh menginspirasi, Bagi kaum muda :)
    Terima kasih

    kunjungi website kita ya di daftar
    terima kasih

    BalasHapus