expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Sabtu, 16 Maret 2013

Perlukah RSUD Baru di Aceh?



New RSU Zainoel Abidin (foto: internet)
Sebuah berita menarik di muat oleh media di Aceh beberapa minggu lalu. Berita yang berjudul  “Jerman Tawarkan Rp 1,1 T” itu mengabarkan tentang penawaran kerja sama pembangunan lima rumah sakit regional di Aceh yang diajukan oleh pemerintah Jerman diwakili oleh grup bank KfW (Kreditanstalt für Wiederaufbau) melalui sebuah unit bisnisnya KfW entwicklungsbank (Bank Pembangunan Jerman). Komitmen ini dituangkan dalam bentuk Program “New Aceh Health Project” (Proyek Kesehatan Baru Aceh). Proyek tersebut mengemuka setelah adanya pertemuan pada tanggal 27 Februari 2013 yang dihadiri oleh pejabat kFw Jerman di Aceh Dr dr Philips Stokoe dan Gubernur Aceh dr Zaini Abdullah serta beberapa pejabat Aceh lainnya. Dalam pertemuan tersebut KfW menawarkan pinjaman dana segar rendah bunga (soft loan) sebesar 88 juta Euro atau Rp 1,1 triliun (kurs 1 Euro = Rp.12.500) untuk membangun lima rumah sakit baru yang akan dijadikan rumah sakit regional serta untuk pembenahan dan pemeliharaan beberapa rumah sakit di Aceh. Dalam berita tersebut juga disebutkan mengenai mekanisme pengembalian pinjaman tersebut yaitu dengan di cicil sebanyak 15 kali, Rp. 94 milyar sekali cicil. Pinjaman ini diharapkan mampu mengatasi masalah kesehatan di Aceh.


Apa yang menarik untuk dianalisis menyangkut penawaran pinjaman oleh pemerintah Jerman kepada pemerintah Aceh ini? Yang pertama adalah penawaran pinjaman berbunga rendah (3% per tahun) ini bersamaan momentumnya dengan semakin meningkatnya kemesraan hubungan Indonesia – Jerman dalam dua tahun terakhir ini setelah 60 tahun di bina. Hal itu dibuktikan dengan kunjungan dua pejabat tinggi Jerman, Presiden Jerman Christian Wullf pada akhir 2011 yang kemudian diikuti oleh kunjungan Kanselir Jerman Angela Merkel  beberapa bulan kemudian. Bulan lalu Menteri Luar Negeri Jerman, Guido Westerwelle juga mengunjungi Indonesia untuk meninjau proyek pemugaran Candi Borobudur  yang dibiayai pemerintah Jerman. Kunjungan-kunjungan pejabat tinggi Jerman ini diikuti oleh kunjungan Presiden SBY ke Jerman selama tiga hari mulai hari ini (3/3) yang berencana membahas beberapa kerjasama kedua negara di bidang perdagangan, ekonomi, riset dan teknologi, kesehatan serta pendidikan sebagai tindak lanjut pertemuan antara kedua pemimpin itu tujuh bulan lalu di Jakarta.

Jerman memandang Indonesia sebagai mitra penting dalam sektor ekonomi dan kerjasama finansial dengan melihat jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 6 % pada tahun lalu. Hal ini juga dipengaruhi oleh krisis ekonomi yang melanda negara-negara eropa akhir-akhir ini yang menyebabkan beberapa negara anggota Uni Eropa kolaps. Krisis ini memaksa negara-negara di benua biru itu untuk mencari pasar baru yang potensial untuk investasi modalnya, termasuk Indonesia. Dalam sebuah artikel di koran berbahasa Jerman, menyebutkan bahwa Indonesia adalah partner stategis Jerman dalam bidang ekonomi dan investasi, salah satunya adalah karena Indonesia termasuk pengimpor utama produk-produk Jerman walaupun neraca perdagangan kedua negara mengalami surplus. 

Hal kedua yang menurut penulis menarik untuk mengkritisi pinjaman dana tersebut adalah menyangkut urgensi (keharusan yang mendesak) pembangunan lima rumah sakit regional di lima kabupaten di Aceh di tengah-tengah keberadaan rumah sakit umum daerah (RSUD) yang ada selama ini. Saat ini terdapat 20 rumah sakit umum tipe C yang miliki oleh pemerintah kabupaten/kota dan 2 rumah sakit umum tipe B yaitu RSU Zainoel Abidin yang dimiliki oleh Pemerintah Aceh dan RSUD Langsa, milik pemerintah kota Langsa, serta ditambah dengan lebih 25 rumah sakit lainnya yang dimiliki oleh swasta maupun militer dan ratusan puskesmas yang tersebar di setiap kecamatan di Aceh. Rumah sakit-rumah sakit maupun puskesmas ini memperkerjakan puluhan ribu tenaga medis untuk melayani sepertiga penduduk Aceh yang mengunjungi fasilitas kesehatan ini setiap bulannya.   

Jikalau pembangunan lima rumah sakit ini jadi dilaksanakan, maka setidaknya ada dua masalah yang akan timbul. Masalah yang pertama adalah ketersediaan sumber daya manusia yang nantinya akan mengoperasikan rumah sakit tersebut. Masalah ini bukanlah sesuatu yang bisa diselesaikan dalam jangka pendek mengingat pengangkatan tenaga kerja, baik kontrak maupun pegawai tetap, memiliki konsekuensi pada peningkatan anggaran yang akan dikeluarkan oleh pemerintah. Masalah kedua yang bisa timbul adalah jenjang rujukan pasien yang semakin berlapis. Saat ini pasien harus melewati beberapa tahap rujukan untuk bisa berobat di rumah sakit rujukan tipe B (RSU Zainoel Abidin), dari Puskesmas hingga ke RS kabupaten/kota baru kemudian di rujuk ke RSU Zainoel Abidin. Proses rujukan yang berlapis ini, disatu sisi baik untuk mengurangi bertumpuknya pasien di RSU Provinsi, tapi disisi lain mengakibatkan penanganan pasien menjadi terkendala. Beberapa kasus bahkan hingga menyebabkan kematian seperti yang diberitakan oleh media massa terjadi akibat tidak ada koordinasi sistem rujukan antar rumah sakit. Adanya rumah sakit regional di lima kabupaten memang akan sangat membantu mengurangi jumlah pasien di RS provinsi serta mengurangi biaya yang dikeluarkan pasien maupun keluarganya, tapi disisi lain malah akan menimbulkan masalah jikalau fasilitas dan sumber daya manusia yang ada di RS regional tersebut sama dengan RS kabupaten/kota yang ada selama ini. 

Analisis ketiga mengapa penawaran pinjaman dana segar ini menarik adalah ditinjau dari kebutuhan dana tersebut untuk meningkatkan kualitas kesehatan di Aceh seiring dengan belum terpenuhinya alokasi anggaran kesehatan pada APBA 2013 seperti yang disebutkan dalam evaluasi Mendagri yang diberitakan oleh media akhir-akhir ini. Mendagri menyebutkan bahwa baru 9,42 persen atau Rp 1,065 triliun dari yang seharusnya 10 persen atau Rp 1,178 triliun yang diplotkan dari total pagu belanja APBA 2013 senilai Rp 11,785 triliun, sesuai dengan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang mewajibkan alokasi minimal 10% untuk kesehatan dari total pagu belanja APBD.

Sebagian besar alokasi anggaran kesehatan pada APBA selama tiga tahun ini diperuntukkan untuk program asuransi kesehatan (Jaminan Kesehatan Aceh, JKA). Program ini mengambil jatah hampir setengah dari total anggaran  yang diperuntukkan untuk kesehatan pada APBA 2013.  Padahal efektifitas program ini belum diketahui dengan jelas. Belum ada data-data yang mendukung berkaitan dengan meningkatnya kualitas kesehatan di Aceh pasca program JKA ini. Indikator-indikator yang menunjukkan kualitas kesehatan di suatu daerah seperti angka kematian ibu dan bayi baru lahir belum menunjukkan perubahan yang signifikan, minimal seperti yang diberitakan oleh media massa selama ini. Program ini menurut penulis lebih pada program untuk menyenangkan semua pihak: masyarakat (dengan pengobatan gratisnya), petugas kesehatan (dengan penambahan tunjangan yang diterima), pemerintah (dengan biaya operasionalnya), serta PT Askes, tanpa memberikan mamfaat yang signifikan terhadap peningkatan kualitas kesehatan di Aceh.

Program JKA ini juga belum mampu menurunkan angka kunjungan wisata kesehatan (berobat) ke luar negeri. Di satu sisi, Pemerintah Aceh mengelontorkan hampir setengah triliun rupiah per tahunnya untuk subsidi masyarakat miskin berobat di dalam negeri, sedang di sisi lain setengah milyar rupiah per bulan uang masyarakat kalangan menengah di Aceh dihabiskan di rumah sakit-rumah sakit di Malaysia. Sungguh sebuah ironi ditengah angka kemiskinan yang hampir mencapai 50% dari total penduduk Aceh.  Padahal meningkatnya angka kunjungan pasien ke luar negeri lebih disebabkan oleh kurangnya pelayanan yang diterima pasien di Rumah Sakit milik pemerintah. Hal ini dibuktikan dengan beberapa keluhan masyarakat yang mewarnai pemberitaan media massa hampir setiap harinya. Dalam beberapa tulisan di beberapa mediai, saya selalu menekankan bahwa penyebab kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap kualitas kesehatan di negara kita, termasuk di Aceh adalah kurangnya kualitas pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit dan perangkat kerjanya kepada masyarakat. Ini seharusnya menjadi poin penting dan titik tolak dalam membenahi masalah kesehatan di Aceh.

Solusi
Pada dasarnya Pemerintah Aceh dibolehkan untuk mencari pinjaman dana segar dari pihak lain di luar pemerintah pusat, termasuk dari luar negeri, untuk membiayai pembangunan Aceh. Hal ini tercantum dalam pasal Pasal 186 ayat 1 Undang-Undang No. 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang berbunyi: “ Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota dapat memperoleh pinjaman dari Pemerintah yang dananya bersumber dari luar negeri atau bersumber selain dari pinjaman luar negeri dengan persetujuan Menteri Keuangan setelah mendapat pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri”.

Apalagi pinjaman tersebut berasal dari negara yang kemampuan ekonominya terbukti  mumpuni sekelas Jerman. Lebih lanjut, Pemerintah Jerman dan KfW ikut membantu pemulihan sektor kesehatan di Aceh pasca tsunami tahun 2004. Salah satunya adalah pembangunan RSU Zainoel Abidin yang baru yang memiliki 350 tempat tidur serta fasilitas pendukung lainnya yang lengkap. Rumah sakit yang pembangunannya membutuhkan dana 31 juta Euro (setara Rp 387,5 milyar) bantuan (grant) dari pemerintah Jerman ini di mulai pada tahun 2006 hingga diresmikan pada tahun 2010 lalu. Selain itu, KfW juga saat ini memiliki proyek ekplorasi geothermal di Aceh dengan nilai proyek sebesar 7,7 juta Euro (setara dengan Rp. 96,2 milyar) yang proses ekplorasinya berlangsung selama dua tahun hingga tahun 2013 ini. Pembangunan pembangkitnya sendiri akan membutuhkan waktu 5 tahun hingga 2018 yang nantinya akan menghasilkan energi listrik sebesar 55 Mega Watt.

Menyangkut dengan peminjaman uang pada KfW ini, penulis menawarkan beberapa pemikiran. Yang pertama adalah dana pinjaman tersebut bisa saja digunakan untuk pembangunan lima rumah sakit regional di lima kabupaten di Aceh, tetapi fasilitas dan sumber daya manusia harus lebih bagus dari yang dimiliki oleh rumah sakit kabupaten/kota yang ada sekarang. Mengenai sumber daya manusia yang dibutuhkan, Pemerintah Aceh bisa menempatkan petugas kesehatan yang berlebih pada suatu rumah sakit provinsi ataupun kabupaten/kota ke rumah sakit regional tersebut, atau merekrut tenaga baru yang otomatis akan meningkatkan belanja pegawai pada APBA. Solusi modernisasi alat dan sumber daya manusia di RS kabupaten/kota juga seharusnya mendapatkan porsi yang besar dari dana pinjaman tersebut. Sehingga pemafaatannya menjadi lebih bagus. Terakhir, seperti yang disampaikan oleh Bapak Gubernur, monitoring dan evaluasi juga sangat diperlukan, sehingga kebocoran dana yang kita lihat akhir-akhir ini, yang menempatkan provinsi Aceh sebagai provinsi terkorup di Indonesia, tidak terjadi lagi.

Semua kita seharusnya sadar bahwa uang ini adalah pinjaman yang nantinya harus kita kembalikan. Akan menjadi penting untuk memikirkan pengembalian pinjaman ini mengingat belum ada jaminan bahwa dalam 15 tahun ke depan provinsi Aceh masih menjadi provinsi kaya dengan APBD termasuk tinggi di Indonesia. Begitu juga dengan kurs rupiah terhadap euro yang sangat fluktuatif yang bisa jadi menyebabkan pinjaman ini menjadi lebih besar. Tapi apapun konsekuensi yang nantinya diambil oleh pemimpin daerah ini, penulis hanya bisa berdoa semoga cita-cita pemimpin Aceh yang baru untuk mewujudkan Aceh yang sejahtera, khususnya di bidang kesehatan bisa terwujud hendaknya. Amin Ya Rabbal ‘alamin.

2 komentar:

  1. Salam sejahtera!
    Nama saya Dewi Rumapea, saya berasal dari kota SEMARANG, Indonesia. Saya ingin menggunakan medium ini untuk memaklumkan semua dalam kumpulan ini mencari pinjaman yang sangat berhati-hati kerana ada penipuan di mana-mana. Beberapa bulan yang lalu, saya secara kewangan turun dan saya memutuskan untuk mendapatkan pinjaman dari Man di Malaysia dan saya tertipu oleh pemberi pinjaman palsu di Malaysia. Saya hampir kehilangan harapan sehingga seorang kawan saya merujuk saya kepada pemberi pinjaman yang sangat dipercayai dan tulen yang dipanggil Puan Glory, seorang pemberi pinjaman swasta yang meminjamkan saya pinjaman sebanyak Rp500,000,000 tanpa tekanan, pada kadar faedah 2% yang merupakan kadar yang berpatutan untuk saya.

    Selepas memindahkan kredit saya ke akaun bank saya, saya sangat terkejut apabila saya menyemak baki akaun bank saya dan mendapati bahawa jumlah saya memohon, telah dipindahkan terus ke akaun saya, oleh Ibu Glory, tanpa berlengah-lengah. Jadi saya berjanji kepada ibu Glory bahawa saya akan berkongsi berita baik agar orang ramai mendapat pinjaman mudah tanpa tekanan. Jadi, jika anda memerlukan sebarang pinjaman, sila hubungi Puan Glory melalui email: gloryloanfirm@gmail.com

    Saya menggunakan masa ini untuk memaklumkan kepada anda semua bahawa anda boleh menghubungi saya melalui e-mel saya: dewiputeri9@gmail.com atau anda boleh menghubungi Nur Izzatul Azira Ismail, dari Malaysia yang memperkenalkan saya dan memberitahu saya mengenai Puan Glory, Dia juga mendapat pinjaman dari Puan Glory, Anda juga boleh menghubunginya melalui e-mel: utariwirmayaty@gmail.com Kini, semua yang saya lakukan adalah cuba untuk memenuhi pembayaran pinjaman saya yang saya hantar terus ke akaun bulanan.

    Nota: Tiada yuran insurans, yuran pendaftaran atau yuran pemindahan.

    Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT kerana menggunakan Ibu Glory untuk mengubah kisah kewangan saya dan kini saya seorang pemilik perniagaan saya yang bangga, semoga Allah terus memberkati Ibu Glory dan terus menggunakannya untuk membantu kita semua dalam kesulitan kewangan

    BalasHapus
  2. Saya selalu berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan peminjam yang meminjamkan uang tanpa membayar terlebih dahulu.

    Jika Anda mencari pinjaman, perusahaan ini adalah semua yang Anda butuhkan. setiap perusahaan yang meminta Anda untuk biaya pendaftaran lari dari mereka.

    saya menggunakan waktu ini untuk memperingatkan semua rekan saya INDONESIANS. yang telah terjadi di sekitar mencari pinjaman, Anda hanya harus berhati-hati. satu-satunya tempat dan perusahaan yang dapat menawarkan pinjaman Anda adalah SUZAN INVESTMENT COMPANY. Saya mendapat pinjaman saya dari mereka. Mereka adalah satu-satunya pemberi pinjaman yang sah di internet. Lainnya semua pembohong, saya menghabiskan hampir Rp35 juta di tangan pemberi pinjaman palsu.

    Pembayaran yang fleksibel,
    Suku bunga rendah,
    Layanan berkualitas,
    Komisi Tinggi jika Anda memperkenalkan pelanggan

    Hubungi perusahaan: (Suzaninvestment@gmail.com)

    Email pribadi saya: (Ammisha1213@gmail.com)

    BalasHapus