expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Minggu, 10 Februari 2013

Nama

Fatimah Muhsin (devi daryaningsih)
Kali ini masih tentang tema yang sama; nama. Entah berapa kali orang bertanya kepada saya, kenapa memberi nama Fatimah kepada anak saya. Mungkin karena dianggap sangat old fashioned alias jadul serta bertolak belakang dengan tempat kelahiran putri saya - Jerman, sambil tersenyum kecut ntah karena takut saya marah atau Tuhan yang marah, mereka akhirnya memberanikan diri untuk bertanya. Hingga datang hari ini ketika saya dan seorang kolega keturunan Turki berkewarganegaraan Jerman, berdiskusi tentang topik tersebut.
“Sebenarnya apa sih arti nama kamu?“, tanyanya dalam bahasa Jerman disela-sela kesibukan saya dengan plate-plate ELISA yang tidak seberapa itu. “Nama seperti itu juga populer di Turki dengan penulisan yang sama“, katanya. “Well“, saya menarik nafas dalam memikirkan bagaimana menjawab pertanyaan tersebut dalam bahasa yang simpel, dalam bahasa Jerman campur English tentunya.

“Kamu pernah dengar bahasa Arab ‘Ihsan‘ kan?“, tanya saya karena tahu dia pernah belajar mengaji dengan seorang  Hoja (ulama atau guru mengaji di Turki) tapi sampai sekarang belum bisa membaca Alquran (ini cerita dia kepada saya beberapa waktu lalu). “Kata ‘Ihsan‘ itu verben (verb atau kata kerja) dalam bahasa Arab. Sejauh yang tahu dari Bapak saya, artinya berbuat baik. Nah, Nomen (noun atau kata benda) nya adalah nama saya, Muhsin. Jadi Muhsin itu artinya orang yang berbuat baik“. Dia bersungut-sungut, entah tanda mengerti atau malah nggak paham sama sekali dengan bahasa campur aduk ala mahasiswa kursus bahasa Jerman setingkat A-2. “Kalau begitu, itu artinya hampir sama dengan nama anjing saya ‘Can‘ (bahasa Turki, dibaca: Jan, at least seperti yang dia ucapkan). Itu artinya ‘baik’, nett (bahasa Jerman untuk sifat yang baik, sopan), tapi berbentuk Adjektiv (adjective atau kata sifat) ”, ujarnya. Nah lho.

Perbincangan tentang nama rupanya tidak berakhir di situ. Saya akhirnya menjelaskan kepadanya tentang betapa penting memberi nama yang baik untuk anak menurut agama kita. “Nama ibarat pray atau wish (doa atau keinginan) orang tua kepada anaknya”, kata saya laksana seorang ustadz yang sering tampil di televisi. “Memberi nama yang jelek ibarat kita mendoakan atau menginginkan sesuatu yang jelek kepada anak”, saya menambahkan. Dia terlihat mengangguk dan nampaknya setuju dengan pendapat saya. ”Makanya saya memberi nama Fatimah (kadang di sebagian daerah ditulis sebagai Fathima atau Fathimah, tapi saya hanya ingin menyesuaikan dengan penulisan yang lumrah di negara kita) supaya anak saya kelak bisa seperti putri Rasulullah tersebut. Nama belakang Muhsin karena anak itu ikut nasab bapaknya”, terang saya seakan-akan ingin menjawab pertanyaan semua orang tentang alasan saya memberi nama Fatimah Muhsin kepada putri saya. 

“Fatimah itu tokoh yang sudah dikenal, jadi mudah diidolakan dan diikuti. Dia berbentuk, melekat pada seorang wanita hebat sepanjang masa. Walau terkesan kurang kreatif, tapi saya memilih nama-nama yang sudah ada untuk anak saya kelak”, jawab saya kepanjangan tanpa memberi kesempatan kepada dia untuk berkata “Ampun, sudah..sudah cukup segala bualan kamu itu”, hehe..

Akhirnya dia ikut bercerita tentang nama-nama anaknya. Dari dulu saya juga penasaran kenapa dia yang menurut saya seorang muslim sekuler memberi nama sangat Islami (Furqan untuk putra pertama dan Hilal untuk anak perempuannya). “Itu juga alasannya kenapa kami memberi kedua nama tersebut untuk anak kami”, katanya seakan-akan menjawab rasa penasaran yang ada dalam diri saya. “Saya tahu Furqan adalah salah satu surat dalam Alquran dan Hilal adalah bulan sabit dalam bahasa Arab. Kamu pasti tahu itu. Hilal lahir pada awal bulan Ramadhan”, katanya. Sambil tersenyum dia berujar ”Bulan adalah benda yang indah, bukan?”, tutupnya sambil membawa tabung-tabung PCR yang sudah diberi label ke ruangan sebelah.


Bonn-Jerman, 01.03.2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar