expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Kamis, 14 Mei 2009

Menggantung Stetoskop pada Parlemen Baru

Dimuat di Harian Aceh, edisi 11 Mei 2009

ilustrasi dokter yang sedang bertugas (muhsin)
Pemilu legislatif telah usai. Sebagaimana substansi pemilu, ia harus membawa perubahan signifikan pada peta politik, nasional dan lokal. Tingkat nasional, Partai Demokrat (PD), sebuah partai yang umurnya masih sangat muda jika dibandingkan partai dengan partai adolens (dewasa) seperti Golkar, PDI-P atau PPP mampu menjadi pesona baru yang kuat.
Di tingkat lokal Aceh lain lagi ceritanya, Partai Aceh (PA), sebuah partai lokal lebih menguasai. Lebih separuh calon parlemen baru di hampir seluruh DPRK dan juga DPRA diduduki partai balita ini. Angka setengah bukan angka kecil untuk suara parlemen. Kita tentu paham betul, dalam sistem negara demokrasi seperti yang dianut negara kita, suara terbanyak memainkan peran paling utama dan menentukan. Hal ini dikarenakan dalam negara demokrasi, terdapat dua pilar utama pengambilan keputusan; musyawarah untuk mufakat dan pemungutan suara (voting). Kedua mekanisme pengambilan keputusan ini tentunya sangat mengagung-agungkan suara mayoritas. Angka setengah lebih satu adalah keramat dan selalu ditambalkan pada setiap peraturan dan tata tertib penetapan suatu keputusan, termasuk di dewan. Jadi secara nyata kita dapat berasumsi bahwa ke depan Partai Aceh pasti memberi warna terhadap pembangunan di Aceh; akan menjadi merah, putih atau bahkan hitam sama sekali. Keputusan partai akan menjadi keputusan dewan dan pada gilirannya nanti akan menjadi keputusan untuk seluruh rakyat Aceh.

Ada kekhawatiran pada sejumlah kalangan, terutama kalangan akademisi dan praktisi yang kemudian mencuat di media massa, tentang prospek negatif lembaga parlemen pada masa yang akan datang. Ketakutan ini sangat mendasar disebabkan oleh beberapa alasan. Alasan utama adalah “2 E”, yaitu experience (pengalaman) dan education (pendidikan). Sebagian besar calon anggota legislatif yang baru ini, menurut kajian yang terpantau melalui media massa, belum mempunyai pengalaman dan pendidikan yang memadai di bidang parlementariat. Ini akan menjadi kendala yang serius ketika mereka dihadapkan pada permasalahan dewan.

Walau kita yakin PA secara institusi memiliki platform dan human resources yang kuat, tetapi toh anggota dewan merupakan personally him/herself. Artinya, secara individu mereka merupakan representasi wilayah dan daerah yang mereka wakili. Jadi sang terpilih harus mampu menyuarakan kehendak rakyat yang telah memilih mereka. Dinamika ini telah ditanggapi serius sang pembuat keputusan partai tersebut dengan mengadakan up-grade atau pembekalan terhadap calon anggota dewan yang lolos ke parlemen. Langkah ini sangat strategis mengembalikan kepercayaan banyak kalangan terhadap kemampuan dan profesionalisme partai.

Apa yang akan menjadi tugas pertama para anggota dewan yang baru pasca pelantikan nanti? Anggota parlemen periode lalu menyisakan banyak pekerjaan rumah yang harus segera dituntaskan oleh para penghuni baru gedung dewan. Aceh pasca -Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) merupakan Aceh baru yang harus menopang hidup pada tenaga dan kemampuan sendiri.

Dalam bidang kesehatan, banyak hal yang harus dipikirkan oleh pak waki. Karena kita tahu, sektor kesehatan merupakan pilar pembangunan dan kemajuan suatu bangsa. Human Development Index (HDI) merupakan standar baku penentuan tingkat kemajuan suatu negara. Kesehatan merupakan salah satu indikator terpenting, selain pendidikan dan pendapatan perkapita. Jumlah kematian ibu hamil dan bayi merupakan variabel yang dinilai pada sektor ini. Di samping itu, variabel-variabel lain seperti jumlah kasus penyakit menular tertentu para periode tertentu, kejadian luar biasa, wabah serta angka kunjungan ke puskesmas dan rumah sakit, juga tidak kalah penting. Dan satu hal yang juga memainkan peran yang signifikan terhadap kemajuan kesehatan di NAD adalah angka kunjungan pesakit ke luar negeri khususnya Malaysia. Angka ini memberikan suatu gambaran konkrit tentang kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di Aceh dan sangat berpengaruh dalam optimalisasi layanan kesehatan lokal.

Kasus-kasus yang mencuat di media massa tentang perlakuan buruk tenaga kesehatan, pengabaian pasien, dan malpraktik - yang belum tentu jelas kebenarannya tapi sudah menghangat di media massa, juga merupakan masalah pelik yang harus mendapat perhatian lebih dari anggota dewan baru yang terhormat. Pengelolaan asuransi kesehatan bagi masyarakat miskin (Askeskin atau Jamkesmas) yang masih sangat amburadul adalah masalah yang tak kalah urgennya. Bahkan masalah ini seharusnya menjadi prioritas bagi kalangan parlemen karena menyangkut pembiayaan kesehatan serta selalu menjadi keluhan bagi masyarakat.

Terakhir, problem mengenai pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Zainoel Abidin yang merupakan rumah sakit terbesar di Aceh yang selalu menjadi pusat pemberitaan negatif. Rumah sakit yang struktur organisasinya langsung di bawah gubernur itu akan menempati gedung baru pada tahun ini. Gedung baru dengan peralatan serba lengkap dan canggih akan menimbulkan masalah baru jika tidak mendapat perhatian kita semua, terutama anggota parlemen yang mengurusi bidang kesehatan.

Hal yang mendesak untuk segera direalisasikan adalah optimalisasi qanun kesehatan yang merupakan pranata utama dan terpenting dalam menjalankan sistem kesehatan di Aceh. Ini semacam “kitab suci” yang memberikan kita petunjuk pelaksanaan terhadap program-program kesehatan secara terus-menerus (continuable) dan bekelanjutan (sustainable). Kesalahan terbesar selama ini adalah kita tidak punya rencana jangka pendek, menengah dan jangka panjang terhadap program kesehatan yang akan dijalankan. Kalaupun punya, tidak ada target yang matang dan realistis atas rencana tersebut. Hal ini akan menyebabkan kita selalu berkutat pada masalah yang sama setiap waktu. Kasus demam berdarah merupakan kasus klasik yang sudah marak jauh sebelum sekarang. Pencegahan dengan 3 M sudah kita dengar bahkan sejak kita masih kecil di puskesmas dan media massa . Tetapi mengapa masalah ini masih saja menjadi headline di surat kabar-surat kabar setiap musim hujan tiba. Kita kurang belajar banyak dari pengalaman .

Secara global, semua problem kesehatan ujung-ujungnya tidak bisa dilepaskan dari satu faktor klasik; fulus. Masalah kesehatan sekarang merupakan implikasi logis dari “kurangnya” anggaran di bidang ini. Kurang bisa bermakna ”kurang cukup” dari segi jumlah atau “kurang bijaksana” dalam pemanfaatannya. Padahal kita tahu membangun suatu daerah tidak hanya dengan membangun infrastruktur saja tetapi juga didampingi dengan penguatan sumber daya manusia secara fisik dan mental.

Setiap penyakit ada obatnya. Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Bukankah badai pasti berlalu? Senang tidak senang, rakyat telah memilih para wakilnya di parlemen dan akan dilantik sebentar lagi. Yang kita perlukan sekarang adalah bagaimana mendukung dan membantu para anggota dewan ini untuk menepati janji yang telah mereka ucapkan ketika kampanye lalu. Janji adalah utang, pada manusia dan juga Tuhan. Hanya satu kata yang tepat terucapkan untuk para anggota parlemen baru; selamat, congratulation, krue semangat! Semoga Anda bisa selalu menjaga amanah rakyat ini dengan sebaik-baiknya...

Special Thanks for Bang Teuku Kemal Pasya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar