Apa yang menarik dari karya penulis islami best seller Habiburrahman El Shirazi. Menurut saya, minimal ada beberapa poin yang patut mendapat perhatian lebih;
Pertama, dari tiga film karya sang maestro cerita pesantren ini, saya mencatat bahwa tokoh sentral dalam ketiga film tersebut adalah laki-laki. Gambaran laki-laki dalam film-film ini juga semuanya hampir sama; alim, rendah diri, pernah mondok di pesantren, dan paling utama adalah disukai oleh banyak (minimal dua) wanita. Ibarat superhero yang sering kita tonton dalam film-film Hollywood, laki-laki tokoh sentral film Habiburahman selayaknya seorang idola serta menjadi impian setiap wanita. Ingatan kita langsung tertuju pada Peter ´Spiderman´ Parker diidolakan banyak orang termasuk Mary Jane dan Clark´Superman´ Kent sang pujaan hati Lois Lane. Kita tentu ingat juga bagaimana Fahri (Ayat-ayat Cinta) yang kemudian menjadi idola Aisha dan tiga wanita lainnya; Mary, Nora and Nurul.
Abdullah Khoirul Azzam (Ketika Cinta Bertasbih) sang pujaan hati Ana Althafunnisa, Eliana dan Husna, serta Saiful Hadi (Dalam MIhrab Cinta) yang menarik simpati ZiZi dan Silvie. Disinilah letak kehebatan Kang Abik dalam meramu perasaan-perasaan semua wanita tersebut. Kita tahu semangat poligami masih sangat tabu dibicarakan di Indonesia. Film tentang poligami pasti sangat ditentang dan akan ditinggalkan oleh penonton, terutama penonton wanita. Tapi semua film-film Kang Abik ditonton jutaan mata. Dalam film-film ini Habiburrahman mengaburkan semangat poligami sedemikian rupa dengan menggunakan trik ´win-win solution´, artinya semua wanita dalam film-film ini mendapatkan kebahagiaan sesuai dengan porsinya dan waktunya masing-masing. Tentu trik ini memiliki akibat. Salah satu konsekuensi adalah dengan ´membunuh´ salah satu tokoh wanitanya. Lihat saja Maria yang harus berbagi suami dengan Aisha, walau akhirnya Aisha mendapatkan 100% cintanya dengan kematian Maria yang menyayat hati. Kita juga menonton bagaimana Silvie yang ´harus´ meninggal degan cara yang mengenaskan juga. Ini berkaitan dengan alasan kedua yang saya jelaskan di bawah ini.
Hal menarik yang kedua menurut saya adalah berkaitan dengan ketegaan sang penulis untuk ´membunuh´ tokoh dalam filmnya di saat klimaks. Kang Abik tahu betul bahwa salah satu trik mengurai air mata penonton adalah kematian sang tokoh disaat sang tokoh dalam masa-masa kejayaan, kebahagian ataupun kesuksesan. Meninggal ketika baru menikah atau akan menikah merupakan saat meninggal yang paling ´menyakitkan´ dan Habiburrahman tahu betul bagaimana meramu adegan-adegan tersebut dalam setiap filmnya. Lihat juga bagaimana ibunya Azzam (Ketika Cinta Bertasbih) yang juga ´harus´ meninggal setelah mendapatkan kabar bahagia tentang pernikahan putranya. Trik ´membunuh´ini agak jarang dipertontonkan oleh film-film Indonesia serius selama ini. Dan ´at least´ Kang Abik berhasil mencuri poin dalam masalah ini serta meraih simpati penonton dalam setiap film-filmnya.
Mungkin alasan ketiga adalah alasan normatif sebuah film. Ibarat pepatah ´berakit-rakit ke hulu berenang-berenang ke tepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian´, Habiburrahman membuai pembaca dan penontonnya dalam mimpi-mimpi indah akan keberhasilan setelah berusaha maksimal dan tentunya tetap istiqamah dalam menjadi orang baik. Fahri yang menjadi kaya raya dan mendapatkan seorang wanita kaya blasteran Jerman-Turki - yang diimpikan setiap laki-laki, Azam berhasil menaklukkan hati putri pimpinan pesantren dan Samsul mendapatkan Silvie dan ZiZi yang keduanya hampir sempurna; cantik, alim dan kaya; apa yang diimpikan seorang laki-laki normal selain syarat-syarat tadi?
Banyak hal memang yang membuat karya-karya sastrawan ini diterima luas di masyarakat dan menarik minat para pemerhati film serta penonton. Jutaan orang menyukai karya-karya beliau, termasuk saya. Memuat banyak pelajaran hidup yang berharga merupakan salah satu alasan saya untuk tidak melewatkan film-film karya Kang Abik. Selain itu, makna entertain juga tidak kalah penting dalam marketing sebuah film. Dan saya pikir menduetkan Dude Harlino dan Asmirandah merupakan pilihan tepat yang diambil oleh sutradara film ini. Keduanya memang sedang jaya-jayanya dan disukai oleh banyak orang, pria maupun wanita. Dan para kru film ini telah berhasil menarik saya menonton film tersebut dalam kesempatan pertama. Selamat!
Bonn - Jerman, 06.05.2011, trims kepada www.dennyshotspot.com atas tontonan menghiburnya.
Pertama, dari tiga film karya sang maestro cerita pesantren ini, saya mencatat bahwa tokoh sentral dalam ketiga film tersebut adalah laki-laki. Gambaran laki-laki dalam film-film ini juga semuanya hampir sama; alim, rendah diri, pernah mondok di pesantren, dan paling utama adalah disukai oleh banyak (minimal dua) wanita. Ibarat superhero yang sering kita tonton dalam film-film Hollywood, laki-laki tokoh sentral film Habiburahman selayaknya seorang idola serta menjadi impian setiap wanita. Ingatan kita langsung tertuju pada Peter ´Spiderman´ Parker diidolakan banyak orang termasuk Mary Jane dan Clark´Superman´ Kent sang pujaan hati Lois Lane. Kita tentu ingat juga bagaimana Fahri (Ayat-ayat Cinta) yang kemudian menjadi idola Aisha dan tiga wanita lainnya; Mary, Nora and Nurul.
Abdullah Khoirul Azzam (Ketika Cinta Bertasbih) sang pujaan hati Ana Althafunnisa, Eliana dan Husna, serta Saiful Hadi (Dalam MIhrab Cinta) yang menarik simpati ZiZi dan Silvie. Disinilah letak kehebatan Kang Abik dalam meramu perasaan-perasaan semua wanita tersebut. Kita tahu semangat poligami masih sangat tabu dibicarakan di Indonesia. Film tentang poligami pasti sangat ditentang dan akan ditinggalkan oleh penonton, terutama penonton wanita. Tapi semua film-film Kang Abik ditonton jutaan mata. Dalam film-film ini Habiburrahman mengaburkan semangat poligami sedemikian rupa dengan menggunakan trik ´win-win solution´, artinya semua wanita dalam film-film ini mendapatkan kebahagiaan sesuai dengan porsinya dan waktunya masing-masing. Tentu trik ini memiliki akibat. Salah satu konsekuensi adalah dengan ´membunuh´ salah satu tokoh wanitanya. Lihat saja Maria yang harus berbagi suami dengan Aisha, walau akhirnya Aisha mendapatkan 100% cintanya dengan kematian Maria yang menyayat hati. Kita juga menonton bagaimana Silvie yang ´harus´ meninggal degan cara yang mengenaskan juga. Ini berkaitan dengan alasan kedua yang saya jelaskan di bawah ini.
Hal menarik yang kedua menurut saya adalah berkaitan dengan ketegaan sang penulis untuk ´membunuh´ tokoh dalam filmnya di saat klimaks. Kang Abik tahu betul bahwa salah satu trik mengurai air mata penonton adalah kematian sang tokoh disaat sang tokoh dalam masa-masa kejayaan, kebahagian ataupun kesuksesan. Meninggal ketika baru menikah atau akan menikah merupakan saat meninggal yang paling ´menyakitkan´ dan Habiburrahman tahu betul bagaimana meramu adegan-adegan tersebut dalam setiap filmnya. Lihat juga bagaimana ibunya Azzam (Ketika Cinta Bertasbih) yang juga ´harus´ meninggal setelah mendapatkan kabar bahagia tentang pernikahan putranya. Trik ´membunuh´ini agak jarang dipertontonkan oleh film-film Indonesia serius selama ini. Dan ´at least´ Kang Abik berhasil mencuri poin dalam masalah ini serta meraih simpati penonton dalam setiap film-filmnya.
Mungkin alasan ketiga adalah alasan normatif sebuah film. Ibarat pepatah ´berakit-rakit ke hulu berenang-berenang ke tepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian´, Habiburrahman membuai pembaca dan penontonnya dalam mimpi-mimpi indah akan keberhasilan setelah berusaha maksimal dan tentunya tetap istiqamah dalam menjadi orang baik. Fahri yang menjadi kaya raya dan mendapatkan seorang wanita kaya blasteran Jerman-Turki - yang diimpikan setiap laki-laki, Azam berhasil menaklukkan hati putri pimpinan pesantren dan Samsul mendapatkan Silvie dan ZiZi yang keduanya hampir sempurna; cantik, alim dan kaya; apa yang diimpikan seorang laki-laki normal selain syarat-syarat tadi?
Banyak hal memang yang membuat karya-karya sastrawan ini diterima luas di masyarakat dan menarik minat para pemerhati film serta penonton. Jutaan orang menyukai karya-karya beliau, termasuk saya. Memuat banyak pelajaran hidup yang berharga merupakan salah satu alasan saya untuk tidak melewatkan film-film karya Kang Abik. Selain itu, makna entertain juga tidak kalah penting dalam marketing sebuah film. Dan saya pikir menduetkan Dude Harlino dan Asmirandah merupakan pilihan tepat yang diambil oleh sutradara film ini. Keduanya memang sedang jaya-jayanya dan disukai oleh banyak orang, pria maupun wanita. Dan para kru film ini telah berhasil menarik saya menonton film tersebut dalam kesempatan pertama. Selamat!
Bonn - Jerman, 06.05.2011, trims kepada www.dennyshotspot.com atas tontonan menghiburnya.
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus