Irwandi, Soros dan Kelapa Sawit Aceh

Tulisan tentang analisis ekonomi yang menarik. Apalagi terkait investasi yang dilakukan oleh seorang pialang bandit internasional.

George Soros (kiri) dan Irwandi Yusuf (kanan) (internet)

"Tadi saya ketemu dia (George Soros) (13/9). Dia katakan tertarik untuk menggarap perkebunan kelapa sawit, 20.000 hektar dulu. Lumayan, itu bisa menghidupi 2.500 kepala keluarga di Aceh. Pokoknya setelah ini, kedua belah pihak akan segera menggarap rencana tersebut. “ (Gubernur Aceh, Drh. Irwandi Yusuf, M.Sc seperti dikutip ANTARA, 14 September 2007)

Pernyataan tersebut dikeluarkan Irwandi usai melakukan pertemuan dengan masyarakat Indonesia di Gedung Konsulat Jenderal RI di New York, Selasa malam. Irwandi belum menyebutkan berapa nilai investasi yang akan ditanamkan Soros untuk penggarapan 20.000 hektar kebun kelapa sawit ataupun kapan rencana penanaman modal itu akan diwujudkan Soros.  "Tanah Aceh luas, punya berbagai potensi, terutama perkebunan kelapa sawit. Tapi kita tidak punya dana (untuk mengembangkannya)”, ujar Irwandi. Irwandi juga menambahkan ” Ini bukan bisnis. Soros ingin membantu Aceh karena dia selama ini juga sudah mengeluarkan banyak dana untuk perdamaian Aceh."

Niat Soros itu muncul setelah mendengar cerita Irwandi bahwa hingga saat ini -dua tahun setelah MoU Helsinki- pemerintah pusat belum bisa memenuhi kewajiban memberikan tanah pertanian kepada eks-GAM. Kondisi itu berbahaya bagi prospek perdamaian Aceh yang masih bayi tersebut. "Sementara ini mereka disiplin dan beriman, tapi kesabaran ada batasnya," kata Irwandi. Jika makin tipis, tambah pasangan Wagub M. Nazar itu, kesabaran itu bisa menjadi setajam mata pisau. "Makanya, saya kini pontang-panting ke luar negeri mencari investor untuk menyelamatkan semua ini," katanya.

Lalu siapakah George Soros itu? Dan mengapa seorang Gubernur Aceh menganggap penting berhubungan dengannya? Dan mengapa pula seorang George Soros yang di dunia terkenal sebagai orang terkaya nomor 80 versi majalah Forbes dengan kekayaan 8,5 milyar dolar AS (sekitar 90 triliun rupiah!!) itu ingin ‘membantu’ peningkatan perekonomian Aceh yang notabenenya adalah daerah dengan mayoritas penduduknya beragama Islam?

Siapa George Soros?

George Soros yang bernama asli György Schwartz dilahirkan di Hungaria pada 12 Agustus 1930. Dia merupakan putra seorang Yahudi Hungaria, Teodoro atau Tivadar yang merupakan tahanan perang selama Perang Dunia II dan melarikan diri dari Rusia untuk bergabung kembali dengan keluarganya di Budapest, ibukota Hungaria yang merupakan negara bekas Uni Soviet. Nama Soros sendiri bermakna ”garis selanjutnya” atau ”pengganti yang telah ditunjuk”. George Soros telah menikah dan bercerai sebanyak dua kali dan mempunyai lima orang anak. Abangnya bernama Paul Soros, merupakan seorang insinyur, seorang dermawan, investor dan tokoh terkenal di New York seperti dirinya.

Soros berusia 13 tahun ketika Nazi Jerman mengambil alih kontrol militer di Hungaria dan mulai memusnahkan orang Yahudi di sana. Kemudian Soros bekerja pada Mahkamah Yahudi yang didirikan oleh Nazis yang bertugas menyampaikan pesan bagi pengacara Yahudi yang dipanggil untuk dideportasi. Soros tidak tahu konsekuensi dari pesan tersebut. Untuk menghindari anaknya ditahan oleh Nazis, ayahnya mengirimkan dia untuk tinggal bersama orang non Yahudi pada musim panas tahun 1944. tahun 1945-1946, ketika dimulai perang Budapest dimana tentara Soviet dan Nazi berperang dari rumah ke rumah di dalam kota, Soros mulai berdagang valuta untuk pertama kalinya.

Soros pindah ke Inggris tahun 1947 dan menyelesaikan gelar kesarjanaannya di Sekolah Ekonomi London tahun 1952. Semasa menjadi murid seorang filsuf besar, Karl Popper, yang kemudian menjadi inspirasi dalam kehidupannya kelak, Soros membiayai hidupnya dengan bekerja sebagai buruh kereta api dan pelayan di Restoran Quaglino. Dia juga bekerja di pabrik boneka, tapi kemudia dipecat karena terlalu lambat menaruh kepala boneka.

Pada tahun 1956 dia pindah ke Amerika Serikat dan bekerja sebagai perantara pengusaha dan sebagai analis dari tahun 1959 sampai 1963. era tahun 1950-an Soros mulai mengembangkan teorinya tentang ”filosofi refleksitas” berdasarkan ide dari Popper. Refleksitas seperti yang digunakan oleh Soros merupakan sebuah kepercayaan yang meyakini bahwa mawas diri adalah bagian dari lingkungan; tindakan-tindakan cenderung menyebabkan kekacauan dalam keseimbangan ekonomi.

Soros percaya bahwa dia tidak akan menghasilkan sepeser uang pun dari konsep refleksitasnya hingga ia menginvestasikan modalnya sendiri. Dia mulai mempelajari bagaimana perjanjian-perjanjian dalam bidang investasi. Kemudian Soros mengambil kesimpulan bahwa lebih baik menjadi seorang investor daripada seorang filsuf maupun eksekutif perusahaan. Kemudian setelah tahun 1973 dia mulai mendirikan perusahaan investasi yang kemudian diberinama Quantum Fund hingga dia mampu mendapatkan pendapatan bersih hingga 11 milyar dolar (sekitar Rp. 100 triliun !!!).

Peran George Soros di Amerika, Eropa dan negara lainnya

Nama George Soros disebut-sebut sebagai dalang peristiwa ”Black Wednesday” di Inggris. Peristiwa ini terjadi pada hari Rabu, 16 September 1992, ketika dia menjual secara cepat lebih dari 10 milyar dolar AS, laba dari Bank of England. Dia berhasil mendapatkan kira 1,1 milyar dolar AS dalam proses tersebut. Sehingga dia diberi julukan ’orang yang menghancurkan Bank Inggris”.

Disamping perannya sebagai spekulan dan investor, Soros juga dikenal sebagai seorang dermawan. Dia mulai aktif di bidang sosial sejak tahun 1970-an ketika dia menyediakan dana untuk membiayai siswa kulit hitam untuk kuliah di Universitas Cape Town, Afrika Selatan. Di eropa tengah dan eropa barat,  Soros memberi bantua melalui lembaga yang didirikannya, Open Society Institute (OSI) dan Soros Foundation. OSI menyebutkan bahwa mereka menyumbangkan sekitar 400 juta dolar AS (sekitar 3,5 triliun rupiah) setiap tahunnya. Majalah TIME pada tahun 2007 menyebutkan terdapat dua proyek utama – 100 juta dolar AS untuk mengembangkan internet di universitas-universitas di Rusia dan 50 juta dolar AS untuk memerangi kemiskinan di Afrika. Majalah TIME tersebut juga menyebutkan bahwa Soros telah menyumbangkan 742 juta dolar AS untuk proyek sosial di Amerika Serikat dengan total keseluruhan lebih dari 6 milyar dolar AS (kira-kira 57 triliyun rupiah !!)

Peran Soros di kancah politik Amerika Serikat juga tidak diragukan lagi. Dia adalah salah satu dari sekian banyak penentang presiden Amerika Serikat, George W. Bush. Bahkan sebelum Bush junior terpilih untuk kedua kalinya, awal 2004, Soros adalah penentang utama Bush. Soros mengatakan bahwa; mendepak Bush dari kursi presiden adalah ”tujuan utama hidup saya” dan merupakan ”nilai hidup dan mati saya”. Bentuk penentangannya ini juga diwujudkan dengan bantuan dananya yang luar biasa untuk menjegal Bush. Dia menyumbangkan lebih dari 3 juta dolar AS untuk kampanye politik melawan Bush. Walaupun akhirnya Bush menang, tapi hal itu tidak menyurutkan langkahnya. Dia bersama kawan-kawanya membentuk suatu lembaga yang bertujuan untuk membantu Partai Demokrat AS, partai lawan presiden Bush.

Di balik ketenarannya, Soros banyak mendapat kritikan di negaranya sendiri. Dalam sebuah wawancara televisi nasional AS, mantan Juru Bicara DPR Amerika Serikat berkata: ”kita tidak tahu dari mana asal uang Soros. Apakah dari kiri, kanan atau dari mana. Tapi kita tahu yang pasti uang tersebut berasal dari negara di luar AS. Bisa saja dari hasil narkoba”.

Peran George Soros di ASEAN

Ketika krisis mata uang melanda sejumlah negara di Asia, nama Soros kembali disebut-sebut berada di balik tragedi itu. Pertengahan tahun 1997, ekonomi Indonesia digoncang, dimulai dari anjloknya nilai rupiah. Perdana Menteri Malaysia Mahathir Muhammad menuduhnya sebagai aktor utama krisis ekonomi Asia. Dia menuduh Geoge Soros menggunakan kekayaannnya menghukum ASEAN karena menerima Myanmar sebagai anggota. Dia bahkan menamai Soros sebagai seorang ‘moron’ yang mempunya arti “orang tolol” atau bodoh. Pemerintah Thailand juga berpendapat sama. Mereka menamai Soros dengan “seorang penjahat perang di bidang ekonomi” yang  menghisap darah rakyat.

Paul Krugman, ekonom terkenal dari MIT, menyebutkan bahwa dalam krisis Asia, konspirasi dilakukan oleh Amerika Serikat dan sekutunya dengan George Soros, pemilik Quantum Fund. Amerika Serikat dan sekutunya yang khawatir dengan pertumbuhan ekonomi Asia khususnya Asia tenggara mengutus Soros yang punya kompetensi dan kapabilitas untuk menggoyang pertumbuhan itu. Dan strategi tersebut berhasil. Beberapa negara, termasuk Indonesia menjadi korban ‘keganasan’ Soros. Dan yang paling malang adalah Indonesia. Negara ini terbukti tidak berdaya menghadapi pengurasan devisa akibat kejatuhan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Dampak krisis ekonomi tersebut merambat ke segala sektor kehidupan di Indonesia sampai titik kulminasinya adalah dengan lengser nya presiden Soeharto.

Namun dalam buku Krisis Kapitalisme Global yang ditulisnya, Soros membantah bahwa ia mengambil keuntungan dari krisis yang terjadi di Indonesia. Bahkan, ia katakan, The Quantum Funds sempat terpukul berat, karena telah membeli rupiah sekitar 4.000 per dolar atas pemikiran bahwa rupiah telah selamat ketika ia merosot dari 2.430 pada bulan Juli 1997. Ia merosot menjadi 16.000 dalam waktu pendek. “Suatu pengalaman yang sangat memilukan. Saya sudah menyadari sepenuhnya akan korupsi rezim Soeharto, dan saya bersikukuh untuk menjual saham kami di Indonesia dimana anggota keluarga Soeharto memiliki kepentingan besar, sebab saya tidak ingin dihubungkan dengan mereka. Namun, toh kami tidak bisa menghindarkan diri, dengan menderita kerugian besar pada saat keuntungan sudah hampir di tangan,” kata Soros.

Dalam buku itu, Soros malah mengakui bahwa kapitalisme global telah menyebabkan “negara-negara pusat” berusaha menjadi penyelia (pengawas) “negara-negara pinggir” dengan mengendalikan pertumbuhan ekonomi mereka melalui berbagai cara yang merugikan negara-negara pinggir. Soros antara lain menyatakan, bahwa IMF dan Bank Dunia merupakan dua organisasi keuangan internasional yang sengaja dibentuk oleh negara-negara pusat (negara maju) untuk tetap bisa menguasai dan mengendalikan negara-negara pinggir (negara berkembang dan terbelakang).

Konsep “negara pusat” dan “negara pinggir” merupakan bagian penting dari teori “dependensia” (teori ketergantungan). Teori ketergantungan beserta perubahan-perubahannya yang berkaitan dengan sistem dunia, mula-mula muncul sebagai reaksi dari Dunia Ketiga terhadap negara-negara maju (Barat) karena timbulnya gejolak ketergantungan yang sukar untuk diatasi di Dunia Ketiga akibat intervensi kapital dan pinjaman luar negeri yang mengikat berat. Teori ini berpandangan bahwa kekuatan ekonomi Barat telah berkomplot untuk melestarikan sistem dunia yang mereka anut, membuat negara-negara sedang berkembang tetap terbelakang dan terus tergantung kepada negara-negara maju dalam segala hal. kalaupun tercapai kemajuan, ini terjadi secara pelan-pelan dan tetap saja harus tergantung. Dalam pandangan teori ini, sistem dunia terbagi menjadi tiga kekuatan: (a) negara-negara yang menjadi pusat industri, (b) negara sebagai semi periferi (semi pinggiran), dan (c) negara-negara pinggiran.

Dalam bahasa lain, negara-negara pusat yang dulu merupakan negara kolonialis, tetap saja memainkan peran imperialnya, pasca kolonialisme klasik. Michael Barratt-Brown, dalam prakata untuk edisi kedua tahun 1970 dari karyanya After Imperialism (1963), mengatakan: “bahwa imperialisme tak diragukan lagi masih merupakan suatu kekuatan paling besar dalam kaitan-kaitan ekonomi, politik, dan militer yang dengannya negeri-negeri yang secara ekonomi kurang berkembang tunduk pada mereka yang secara ekonomi lebih berkembang.”

Soros dan Kelapa Sawit Aceh

Wacana sekarang ini semakin menarik karena mengapa Soros memilih Aceh dan Kelapa Sawit? Padahal masih banyak daerah lainnya di Asia, bahkan di Indonesia yang bisa menjadi daerah investasinya. Dan mengapa pula kelapa sawit, padahal masih banyak sektor ekonomi lainnya yang bisa dia garap di Aceh ini. Terdapat banyak asumsi dan interpretasi dari pertanyaan tersebut. Bisa jadi Soros menjadikan Aceh sebagai daerah baru investasinya, karena Soros pernah membantu Aceh pra dan pasca Tsunami. Setelah Tsunami Soros melalui lembaganya ikut membantu rekonstruksi Aceh karena lembaga yang didanai Soros sangat intens terhadap proses demokrasi di Negara-negara berkembang. Tapi di lain pihak, kita harus mencurigai juga maksud terselubung Soros memilih Aceh. Asumsi lainnya menyebutkan bahwa karena mayoritas penduduk Aceh adalah muslim menjadikannya sangat berkepentingan terhadap Aceh. Dan walaupun Soros bertentangan dengan Presiden Bush, bukan tidak mungkin, isu terorisme yang merupakan isu global berada di balik ini. Perlu kajian dan penelitian yang lebih lanjut dari berbagai kalangan.

Terus mengapa pula Kelapa Sawit? Apakah ini memang tawaran Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf? Kalau memang kelapa sawit dipilih karena mayoritas orang Aceh menggantungkan hidupnya di sektor perkebunan, pilihan ini wajar. Tetapi, seperti kita ketahui, mayoritas masyarakat Aceh, khususnya mantan anggota GAM yang menjadi target program ini berprofesi sebagai petani dan nelayan sebelumnya. Dan mungkin saja mereka belum mengetahui persis tentang profesi baru ini. Maka akan dibutuhkan tenaga dan dana yang lebih besar lagi untuk mengenalkan ini kepada mereka.

Tapi apapun asumsi dan intepretasi dari wacana investasi ini, kita patut mengacungkan jempol kepada pemerintah Irwandi-Nazar. Mereka mempunyai keinginan kuat untuk mengembangkan ekonomi Aceh, hingga rela “mengemis” sampai ke negara adidaya. Walaupun banyak kalangan mempertanyakan mengapa arah kebijakan ekonomi kita cenderung ke Barat. Padahal kita masih punya banyak negara Islam yang mempunyai komitmen kuat membantu Aceh. Ini mungkin harus segera dijawab oleh mereka. Yang pasti diperlukan usaha yang lebih keras lagi dari “duo fenomenal” ini untuk bisa mengembangkan ekonomi Aceh seperti visi mereka ketika mencalonkan menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh.