Sapa (mufti ali n) |
Berapa kali dalam sehari Anda menyapa orang lain? Kurang dari
lima kali, sekitar 10 kali atau di atas 10 kali? Bagi Anda yang hanya
menyapa beberapa kali dalam sehari, mungkin Anda termasuk orang yang
tidak ramah. Tahukah Anda bahwa selama di Jerman, setiap harinya saya
menyapa orang lain tidak kurang dari dua puluh kali? Anda tentu
beranggapan saya sedang menipu. Tapi ini benar, saya tidak bercanda kali
ini.
Saya percaya dari beberapa negara yang telah saya kunjungi, hanya di
Jerman lah saya menemukan sebuah negara dimana mayoritas masyarakatnya
gemar menyapa. Pagi-pagi ketika membuka pintu keluar menuju
laboratorium yang tidak jauh dari asrama, saya berpapasan dengan
tetangga kamar. Mereka menyapa saya, “Good Morning“ atau hanya sekedar
“Hallo“ (maklum tetangga saya orang India). Turun dari tangga asrama,
saya berpapasan dengan seorang tetangga orang lokal yang tinggal di
lantai atas, dia kemudian menyapa saya “Guten Morgen“ (Selamat Pagi).
Keluar dari pintu utama asrama, saya berjumpa dengan orang yang saya
nggak kenal sama sekali, mereka juga menyapa saya, “Hallo”.
Ketika berjalan ke lab yang hanya berjarak lima menit saja dari asrama, kembali berjumpa banyak orang dan mereka tetap menyapa saya. Sesampainya di kantor, seorang wanita paruh baya yang bekerja sebagai laboran – yang selalu datang lebih awal dari saya, selalu menyapa saya, “Morgen“. Bahkan kami seakan-akan memiliki kebahagiaan tersendiri untuk lebih dahulu menyapa satu sama lain. Meletakkan tas dan menyiapkan laptop lalu menuju ke atas (lab saya berada di lantai dua), kawan-kawan di lab juga menyapa, “Moin“. Keluar dari lab untuk mengambil sesuatu, berpapasan dengan setiap orang, mereka masih menyapa “Hallo“.
Mungkin sebagian Anda beranggapan bahwa menyapa bukanlah sesuatu yang penting. Saya juga berpikiran seperti itu sebelumnya. Maklum, lahir dan besar dari masyarakat timur yang sangat pemalu membuat saya sangat menjaga tradisi ini. Ketika kecil, saya jarang menyapa orang lain. Hanya ketika berangkat sekolah saya menyapa Ibu dan Abu (Ayah) kemudian berkata “Mak, Abu, pergi dulu ya! Assalamualaikum“. Hanya itu. Di sekolah kita menyapa guru setelah ‘dipaksa‘ dengan sebuah aturan. “Siap grak. Beri Salam.“, seru ketua kelas dengan suara lantang. Baru kemudian kita beramai-ramai mengucapkan “Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh“. Begitulah kita melakukan hal ini terus-menerus setiap hari. Ketika kita kuliah, sapaan seperti ini seakan-akan berakhir. Hanya kadang-kadang saja ketika kita bertemu kawan kemudian menyapanya, “Hallo (Hai) bro(sob)“ atau disebagian daerah menambahkan dengan “What‘s up man“, greeting in American way.
Menyapa pada dasarnya adalah naluri alamiah makhluk hidup. Kita tahu bagaimana serangga seperti semut memiliki ‘kode‘ tersendiri dalam menyapa. Begitu halnya dengan manusia, menyapa adalah langkah awal kita dalam berinteraksi sosial. Menyapa membuat kita merasa nyaman sebelum berbicara dengan seseorang. Tanpa menyapa lebih dahulu, interaksi dua manusia ibarat sebuah karya tulis tanpa introduction (pendahuluan), rancu. Begitu penting sapaan dalam masyarakat modern sehingga wajar saja bab ini (greeting, personal introduction) diajarkan di awal-awal kita belajar sebuah bahasa baru.
Selain itu, menyapa dalam Islam merupakan hal yang sangat penting karena bernilai ibadah. Kita berucap salam artinya kita berdoa untuk keselamatan lawan bicara kita. Oleh karena itu, mengucapkan salam pahalanya besar dan bernilai sedekah, sehingga tak berlebihan jika dikatakan kalau sedekah paling murah dalah memberi salam. Menyapa sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW seperti disebutkan dalam sebuah hadits. Malah dalam Islam diajarkan adab menyapa dimana orang yang mengendarai kenderaan seharusnya menyapa orang yang berjalan kaki lebih dulu. Budaya ini dulu sering saya temui ketika saya masih kecil, tapi sekarang luntur dimakan usia.
Dalam bahasa Jerman (dan bahasa-bahasa lain, tentunya), sapaan sangat banyak jumlahnya tergantung waktu dan peristiwa. Di waktu pagi orang Jerman mengucapkan Guten Morgen (Selamat pagi), Guten Tag (Selamat Siang) di waktu siang, dan Guten Abend untuk menyapa di sore hari atau malam hari. Gute Nacht pemakaiannya sama seperti Good Night dalam Bahasa Inggris yang digunakan ketika orang tidak akan berjumpa lagi pada malam itu, seperti orang hendak tidur. Selain itu Bis Gleich!, Bis Spaeter!, Bis Bald! atau Bis Dann! bisa diartikan sampai ketemu lagi dalam waktu singkat, lama, atau waktu tertentu. Untuk perpisahan mereka sering mengucapkan Auf wiedersehen atau Tschuss sambil mengucapkan harapannya, seperti Schoenes Feierabend (Selamat Menikmati Sore setelah kerjaan) atau Schoenes Tag (Selamat menikmati hari), dan Schoenes Wocheende (Selamat menikmati akhir pekan) khususnya yang diucapkan pada hari Jumat.
Mulai sekarang biasakanlah menyapa orang lain!
Ketika berjalan ke lab yang hanya berjarak lima menit saja dari asrama, kembali berjumpa banyak orang dan mereka tetap menyapa saya. Sesampainya di kantor, seorang wanita paruh baya yang bekerja sebagai laboran – yang selalu datang lebih awal dari saya, selalu menyapa saya, “Morgen“. Bahkan kami seakan-akan memiliki kebahagiaan tersendiri untuk lebih dahulu menyapa satu sama lain. Meletakkan tas dan menyiapkan laptop lalu menuju ke atas (lab saya berada di lantai dua), kawan-kawan di lab juga menyapa, “Moin“. Keluar dari lab untuk mengambil sesuatu, berpapasan dengan setiap orang, mereka masih menyapa “Hallo“.
Mungkin sebagian Anda beranggapan bahwa menyapa bukanlah sesuatu yang penting. Saya juga berpikiran seperti itu sebelumnya. Maklum, lahir dan besar dari masyarakat timur yang sangat pemalu membuat saya sangat menjaga tradisi ini. Ketika kecil, saya jarang menyapa orang lain. Hanya ketika berangkat sekolah saya menyapa Ibu dan Abu (Ayah) kemudian berkata “Mak, Abu, pergi dulu ya! Assalamualaikum“. Hanya itu. Di sekolah kita menyapa guru setelah ‘dipaksa‘ dengan sebuah aturan. “Siap grak. Beri Salam.“, seru ketua kelas dengan suara lantang. Baru kemudian kita beramai-ramai mengucapkan “Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh“. Begitulah kita melakukan hal ini terus-menerus setiap hari. Ketika kita kuliah, sapaan seperti ini seakan-akan berakhir. Hanya kadang-kadang saja ketika kita bertemu kawan kemudian menyapanya, “Hallo (Hai) bro(sob)“ atau disebagian daerah menambahkan dengan “What‘s up man“, greeting in American way.
Menyapa pada dasarnya adalah naluri alamiah makhluk hidup. Kita tahu bagaimana serangga seperti semut memiliki ‘kode‘ tersendiri dalam menyapa. Begitu halnya dengan manusia, menyapa adalah langkah awal kita dalam berinteraksi sosial. Menyapa membuat kita merasa nyaman sebelum berbicara dengan seseorang. Tanpa menyapa lebih dahulu, interaksi dua manusia ibarat sebuah karya tulis tanpa introduction (pendahuluan), rancu. Begitu penting sapaan dalam masyarakat modern sehingga wajar saja bab ini (greeting, personal introduction) diajarkan di awal-awal kita belajar sebuah bahasa baru.
Selain itu, menyapa dalam Islam merupakan hal yang sangat penting karena bernilai ibadah. Kita berucap salam artinya kita berdoa untuk keselamatan lawan bicara kita. Oleh karena itu, mengucapkan salam pahalanya besar dan bernilai sedekah, sehingga tak berlebihan jika dikatakan kalau sedekah paling murah dalah memberi salam. Menyapa sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW seperti disebutkan dalam sebuah hadits. Malah dalam Islam diajarkan adab menyapa dimana orang yang mengendarai kenderaan seharusnya menyapa orang yang berjalan kaki lebih dulu. Budaya ini dulu sering saya temui ketika saya masih kecil, tapi sekarang luntur dimakan usia.
Dalam bahasa Jerman (dan bahasa-bahasa lain, tentunya), sapaan sangat banyak jumlahnya tergantung waktu dan peristiwa. Di waktu pagi orang Jerman mengucapkan Guten Morgen (Selamat pagi), Guten Tag (Selamat Siang) di waktu siang, dan Guten Abend untuk menyapa di sore hari atau malam hari. Gute Nacht pemakaiannya sama seperti Good Night dalam Bahasa Inggris yang digunakan ketika orang tidak akan berjumpa lagi pada malam itu, seperti orang hendak tidur. Selain itu Bis Gleich!, Bis Spaeter!, Bis Bald! atau Bis Dann! bisa diartikan sampai ketemu lagi dalam waktu singkat, lama, atau waktu tertentu. Untuk perpisahan mereka sering mengucapkan Auf wiedersehen atau Tschuss sambil mengucapkan harapannya, seperti Schoenes Feierabend (Selamat Menikmati Sore setelah kerjaan) atau Schoenes Tag (Selamat menikmati hari), dan Schoenes Wocheende (Selamat menikmati akhir pekan) khususnya yang diucapkan pada hari Jumat.
Mulai sekarang biasakanlah menyapa orang lain!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar